Postingan kali ini akan bercerita pengalaman saya berkomunikasi dengan kawan berbeda budaya di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung..
Saya yang besar dalam budaya Sunda memiliki pengalaman berkomunikasi antarbudaya semenjak kelas satu tsanawiyah dengan budaya Jawa Cirebon, ketika aliyah saya juga memiliki kawan yang berbeda budaya yaitu dari Ambon, Maluku. Dan sekarang setelah masuk universitas maka semakin banyak kawn yang berbeda budaya, mulai dari jawa, minang, batak, betawi bahkan melayu malaysia. Adapun ceritanya sebagai berikut:
Ketika awal
semester satu berlangsung kegiatan perkuliah baru dimulai, para mahasiswa
saling bertukar data pribadi mulai nama, asal tinggal, asal sekolah bahkan
mantan pacar juga ada (hhii) begitupun antar mahasiswa dengan dosen.
Pada awal
perkuliahan mata kuliah Ulumul Qur`an dengan dosen Pak Saepul, diawali dengan
perkenalan antara dosen dan mahasiswa. Maka ketika teman saya Ade Oktavia memperkenalkan
diri kepada Pak Saepul sebagai orang Minang, Pak Saepul langsung ketawa sambil
melontarkan pertanyaan “Ciri orang Minang bau ya?” maka suasanaan kelas
pun menjadi ricuh karena tawanya mahasiswa. Namun dibalik tawaan itu ada
beberapa mahasiswa sekitar empat orang tertawa mengerti karena mereka dari
Minang juga, dan sisanya ada yang tertawa dengan kepenasaran apakah ucapann itu
secara harfiah atau terdapat makna lain. Ketika ada yang bertanya kepada sang
dosen, maka sang dosen hanya tersenyum menahan lucu.
Setelah perkuliahan selesai saya langsung
bertanya kepada Ade Oktavia kebetulan duduk bersebelahan “Ucapan dosen tadi
itu maksudnya apa de, kok bisa sampai seisi kelas tertawa? Padahalkan orang-orang
Minangkan gak pada bau? Hanya istilahkah atau memang orang Minang pada bau?”.
Ade menjawab “Bukan begitu, ciri orang minang itu memang bau, bahkan semua
orang. Karena BAU yang disini itu bemakna kotoran manusia (tai) seperti itu sri
”. Saya pun tertawa mengerti sekarang.
komunikasi antarbudaya ini bisa tidak terjadi misscomunication jika komunikator dengan komunikan menggunakan bahasa yang lebih universal jika senusantara maka menggunakan bahasa nasional Indonesia, adapun berbeda negara menggunakan bahasa Internasional yakni Inggris. Yang selanjutnya adanya kesadaran antar komunikator dengan komunikan, dimanakah ia berada atau tinggal. semisal orang Minang tinggal di Bandung budaya sunda maka ia mau tidak mau harus mempelajari segala lekuk budaya sunda, adapun sebaliknya jika orang Sunda berada di daerah Minang maka ia juga harus mempelajarinya. Selain itu rasa pengertian antar komunikator dengan komunikan untuk mecari cara yang lebih efektif ketika berkomunikasi yaitu dengan komunikasi nonverbal.
yup, akhwat wa ikhwan fillah postingan kali ini sampai disini dulu ya... sayonara ✋✋✋😁